Jumat, 03 Januari 2014

Tulisan 10


Januari 2015, NASA bekerja sama dengan beberapa lembaga Antariksa Asia untuk misi penelitian ke planet Mars dengan mengirimkan tiga orang astronot. Aku mewakili LAPAN untuk bergabung bersama aliansi NASA. Aku adalah seorang ilmuwan LAPAN (lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional) di bidang astronautic engineering, Aku dan dua Astronot lain yakni James ahli Astrobiologi dari NASA (National Aeronautics and Space Administration) dan Hiro ahli Geologi dari JAXA (Japan Aerospace Eksploration Agency) Ditugaskan untuk misi penelitian ke planet Mars, sebuah misi impian umat manusia.

Pagi itu Istriku membangunkanku untuk berangkat menuju markas pusat NASA.
“Ayah… sekarang kau harus berangkat ke markas, dua hari lagi keberangkatanmu, ayo bangun..!!”. kata Istriku membangunkanku yang tengah tergeletak di tempat tidurku, seolah Aku lupa kalau dua hari lagi Aku berangkat ke suatu tempat jauh, yang disebut Mars.
“Astaga.. Aku lupa. apa kau sudah bersiap ma?”
“sudah dari tadi, yang mau berangkat misi itu kamu, bukan Aku. tapi dilihat dirimu, ayolah”
“iya iya, tunggu sebentar.” Aku lekas menuju kamar mandi.

Kami pun berangkat ke markas, kami harus tinggal di markas dua hari sebelum keberangkatan, untuk persiapan dan pengecekan kesehatan astronot.

Disana sudah menanti dua orang temanku, James astronot NASA, dan Hiro Astronot JAXA. dua hari pun terlewati, berbagai pemeriksaan pun selesai, kami bertiga pun siap untuk misi, meninggalkan keluarga untuk misi mulia dalam ilmu pengetahuan.

Sebelum keberangkatan, kami mempunyai kesempatan untuk berpamitan dengan keluarga yang ikut mengantarkan ke pusat keberangkatan. Istriku memelukku dengan erat seolah tak mengizinkanku pergi, tapi Aku mencoba untuk meyakinkanya, bahwa Aku dan dua orang temanku akan kembali ke bumi dengan selamat. Aku mencium keningnya dan pergi meninggalkanya menuju modul pesawat ruang angkasa.

Setelah berpamitan, Aku dan dua orang rekanku, James dan Hiro memasuki modul ruang angkasa dengan roket pendorong yang sangat besar, ratusan petugas NASA, JAXA dan LAPAN ikut meramaikan suasana keberangkatan, sorak sorai masyarakat yang ikut melihat keberangkatan meramaikan dekat area penerbangan.

Perjalanan bumi ke Mars memerlukan waktu kurang lebih satu tahun, kami memakai sebuah teknologi canggih yang membuat kami bisa bertahan tanpa makanan di ruang angkasa dalam setahun, bahkan bertahun tahun. kami bertiga di“mati”kan untuk sementara, detak jantung dan aliran darah dihentikan untuk sementara, seluruh tubuh di bekukan hingga minus 150 derajat celsius, hal itu digunakan untuk membuat kami tak membutuhkan makanan selama setahun di dalam modul, dengan teknologi ini kami tidak butuh makan, kami akan “mati” tertidur untuk waktu satu tahun lamanya, bahkan saat kami dalam mode tidur seperti ini, sel sel kami berhenti mati, atau beregenerasi, sehingga kami tidak mengalami penuaan selama setahun.

Kami pun berangkat, dan kami segera di tidurkan, sistem komputer automatis yang telah di rancang untuk menuju koordinat yang tepat akan membawa kami ke planet Mars secara automatis, dan sistem komputer itu akan secara automatis membangunkan kami ketika sampai di tanah merah planet Mars.

“Apa yang sedang terjadi?” Beberapa waktu kemudian, Aku terbangun, menjumpai sesuatu yang aneh, es di sekitar tubuku mencair mungkin sekitar tiga hari yang lalu, dinding pesawat sudah berkarat mesin mesin hancur berantakan semua sistem telah mati, Aku terbangun karena sistem tidurku rusak, terutama pada bagian penidur atau pembeku. dan Aku mulai sadar kalau kami mengalami pendaratan yang gagal, namun kami telah sampai di Mars. Aku sudah sadar, namun tubuh dan seluruh persendianku masih tak bisa kugerakan. Aku menunggu berjam jam hingga Aku akhirnya bisa bergerak
Tak berlama lama Aku berjalan sempoyongan menuju mesin beku milik James dan Hiro.
“James..! Hiro…! kalian tidak apa apa? apa yang sedang terjadi…?” tanyAku sambil jalan sempoyongan, Aku terkejut dan shock melihat Hiro telah menjadi kerangka, tubuhnya tertindih baja pesawat ulang alik yang penyok.
“Hiro…!! ti.. tidak mungkin, astaga.. apakah kami gagal? tunggu dulu, James.. James..!” teriAku berjalan menuju mesin tidur milik James. kemudian Aku melihat mesinya, kacanya masih utuh, masih terlihat es dan uap bersuhu minus 150 derajat. samar samar Aku melihat wajahnya dibalik kaca setebal ilma centimeter. Aku mulai mengambil besi bekas patahan kursi baja dan memukulkanya untuk memecahkan tabung mesin James, berkali kali Aku mencoba hingga akhirnya pecah, keluar asap dingin.

Terus kucoba untuk mengeluarkan James. suhunya benar benar sangat dingin, kAku seperti balok es, mungkin itu yang terjadi ketika Aku tak bisa bergerak tadi. Aku membuat peralatan sederhana dari mesin kapal yang tersisa dan anehnya sudah berkarat, Aku berasumsi bahwa kapal berkarat karena beroksidasi dengan permukaan Mars yang berkarat juga. Aku merangkai alat itu menjadi sebuah alat pengejut jantung dengan tegangan lIstrik kecil, mencoba untuk menghidupkan James yang tertidur selama kurasa setahun.
“James bangunlah..! James..!” Aku terus meneriakinya berharap ia terbangun.
Ia pun tersadar, namun tubuhya masih tak bisa bergerak. Aku menemaninya berjam jam menunggunya bangkit. ia membuka mulutnya dan mulai bicara padaku, ia sangat kebingunan sama seperti Aku.
“Dr. Fian.. di.. dimana kita?” ucapnya disertai tubuh yang menggigil. “Apakah sudah sampai?”
“James, pendaratan kita gagal. kita mengalami kecelakaan, dan…”
“dan apa..?”
“Dr. Hiro, meninggal.”

Akhirnya kita berdua bisa mulai mencari tahu apa yang terjadi. kapal kami rusak parah, semua sistem hancur, komputer mati dan ada beberapa hal yang aneh. kenapa semua besi disini sudah berkarat? James dan Aku terheran heran melihat Hiro tinggal kerangka yang lazimnya sudah mati bertahun tahun.

“ini aneh fian… bagaimana mungkin Dr. Hiro sudah menjadi kerangka, jika kita mengalami kecelakaan beberapa hari yang lalu, seharusnya tubuhnya masih utuh, belum menjadi kerangka seperti ini..” ujar James heran melihat tubuh Hiro menjadi kerangka.
“kau benar, ini biasa terjadi pada orang yang meninggal bertahun tahun.”
Kami belum bisa berpikir jernih setelah tertidur selama setahun. kami mengenakan helm yang masih berfungsi dan pakaian yang sedikit koyak, kami mulai mempertimbangkan untuk keluar karena radiasi matahari yang tak tersaring atmosphere Mars bisa saja membunuh kami berdua, tapi jika kami tetap di dalam kapal, kami akan membusuk tanpa berusaha apapun.

“Kau siap Dr. Fian..?”
“Ayo..”. Kami pun memberanikan diri untuk keluar, berusaha mencari tahu sesuatu, kami mulai berpikir jika kami akan mati disini karena tak ada makanan dan kapal telah hancur, kami tak bisa kembali ke bumi. Aku dan James sangat rindu keluarga kami. sebelum keluar kami mencoba mencari mesin semacam black box yang merekam kejadian dan masalah sistem di dalam pesawat. kami melihat komputer macet dan berhenti fungsi saat pendaratan, itu yang menyebabkan kami tak dibangunkan dan pesawat tidak mengeluarkan mode pendaratan yang menimbulkan benturan keras yang menghancurkan pesawat kami. dan anehnya black box itu langsung penuh dan mati, padahal itu bisa merekam data selama sepuluh tahun. kapal kami terkubur pasir dan batuan merah Mars, kami berusaha keluar dengan susah payah.

Walaupun terlihat seperti gurun tandus dan panas, namun suhu disini seperti di kutub karena jauh dari matahari dan ditambah atmosphere Mars yang tak mampu membuat efek rumah kaca. kami berjalan menyusuri Mars, Aku membantu James meneliti tanah dan tanda tanda kehidupan, berkilo kilo kami berjalan sangat pelan karena gravitasi yang sangat kecil disini. dan kami terkejut melihat sebuah rumput kecil tumbuh dari pecahan batu, kami tercengang, dan ternyata di Mars ada kehidupan walau berupa tumbuhan. Namun kejutan terbesar bukan disitu.
“Ja.. James.. tolong lihat ini.” ujarku dengan mata molotot melihat sesuatu yang tak pernah kuduga. ada KOTA PERADABAN, kota itu kecil, bangunanya terbuat dari besi. kami benar benar tercengang dan terdiam. kami mendekat untuk mencari bantuan.
“Astaga… Aku tidak percaya ini.”
Dari jauh seseorang mirip manusia, dan ternyata memang manusia, memakai seragam aneh berhelm gelap mengendarai kendaraan terbang seperti sepeda motor. kami meminta bantuan dan berteriak, ia menghampiri kami dan menodongkan senjata api. tiba tiba saja ia menembakan senjata itu ke arah kami, kami langsung menghindar dan melihat batu meleleh terkena tembakanya.
“hei… apa apaan ini, Fian.. lari…!” teriak James berlari menjauh dari sosok misterius itu. Dan anehnya orang itu berbicara bahasa kami, bahasa inggris, kami benar benar bingung dan tidak mengerti. kami berdua berlari sekuat tenaga dikejar orang asing itu. kami melihat sebuah pangkalan terbang dengan lambang NASA..!, dan ada kendaraan mirip piring terbang perak. kami langsung masuk ke dalamnya, kami tak tahu cara mengendalikanya, namun ada simbol simbol dalam astronautic engineering yang Aku tahu, kami pun lepas landas dan dikejar oleh orang orang Mars yang aneh itu. ini adalah hal yang tak pernah kami bayangkan sebelumnya, ini GILA..!
“fian… Aku benar benar tak mengerti, mengapa ada kehidupan dan mengapa ada lambang NASA di kota asing ini..?” kata James kebingungan.
“Aku juga sangat bingung, ini bisa membuatku gila, kecelakaan, alien Mars, lalu apa lagi..?”
Kami berangkat pulang menuju bumi dan berharap menceritakan semua yang kami rekam dalam benak kami ke seluruh penduduk bumi. Kendaraan ini berjalan dengan kecepatan luar biasa, mungkin 30 persen dari kecepatan cahaya. kami dengan cepat sampai tanpa menggunakan sistem tidur kami. kami mulai mendekat ke bumi. dan ada hal janggal yang sangat aneh di depan mata kami. bumi tak lagi hijau, semua benua menjadi gurun, dan lebih anehnya benua amerika selatan berpisah dengan amerika utara di laut atlantik.
“ohahh..!! apa yang terjadi.! apa Aku gila..!!?” teriAku, Kami mendarat dan ingin tahu apa yang terjadi. ternyata terjadi perang yang mengerikan di bumi, kami mendarat di pulau jawa, disana juga berperang. entah apa yang mereka perebutkan, namun baju dan senjata mereka benar benar asing lebih mirip baju orang Mars yang mengejar kami.
“hei..! sedang apa kalian, cepat berlindung..!!” teriak seorang wanita berpakaian perang. wanita itu mengajak kami untuk berlindung. kami dibawa ke markas militer Jawa.
“NamAku, Elin… kalian aneh sekali, baju macam apa itu..?!” kata wanita berusia 20 tahunan.
“seharusnya kami yang tanya seperti itu…” .Wanita itu membawa kami ke tempat di bawah tanah. disana kami ditolong dan di interogasi oleh orang orang militer. kami berdiskusi sangat lama. dan kami mulai memikirkan kejanggalan kejanggalan dari mulai kami mendarat di Mars. pesawat kami tiba tiba jatuh karena sitemnya rusak, black box begitu penuh padahal itu bisa merekam sampai 10 tahun lamanya, kapal sudah berkarat seperti berpuluh puluh tahun, mayat Hiro sudah tinggal kerangka, yang artinya Hiro sudah tewas bertahun tahun lamanya, dan kata penduduk bumi sekarang, orang orang yang berada di Mars adalah para pemimpin bangsa dan bangsawan kaya raya yang tidak peduli dengan nasib manusia dan mereka pergi meninggalkan bumi ke Mars, membangun peradaban baru. kami tidak tertidur selama hanya setahun, ada kesimpulan yang kami tarik dari semua masalah ini, kami melihat kalender aneh, dan menyadari kami berada di MASA DEPAN.

Kalender menunjukan tahun 2115, yang artinya kami tertidur selama seratus tahun.!!!. dan dunia ini tengah berperang, perang nuklir, berawal ketika negara negara adidaya memperebutkan hasil hasil bumi dari negara negara lain, PBB sudah tidak ada, perang tak bisa terelakkan, dunia terbagi menjadi dua, blok barat dan blok timur, seluruh negara asia dan afrika bergabung menjadi satu aliansi yaitu Lemuria, sementara sebagian eropa bergabung bersama amerika membentun blok timur atau aliansi Atlantis. perang makin pecah ketika musnahnya hasil bumi kerena bom atom, musnahnya barang yang mereka perebutkan menjadi perang semakin memanas, ini perang dendam, perang kehancuran. inilah perang dunia ke tiga. perang ARMAGEDDON.
“jadi kau dari masa lalu dan tertidur selama seratus tahun..?” tanya wanita itu.
“kurasa begitu..”
“maukah kalian kembali ke masa kalian, dan membantu kami..?” tanyanya.
“bagaimana..?” tanya James.

Kami bersama tentara gerilya jawa, sebuah negara hasil pemekaran indonesia. mereka mencoba membuat mesin waktu dan berusaha mengubah masa depan dengan kembali ke masa lalu, mereka berkali mengirimkan tentara ke masa seribu tahun lalu untuk mencegah invasi, namun mereka semua menghilang dan tak kembali.mesin waktu ini memanfatkan teknologi mini wormhole, kelemahanya adalah hal ini tidak pasti. wormhole bisa menghilang kapan saja, dan kadang ketika terjadi kesalahan perhitungan tiba tiba, orang yang dikirim bisa musnah dari alam semesta, atau terkirim dan nyasar ke dimensi lain.
Markas kami diserang, banyak dari kami yang terluka.
“James..!!” teriakku melihat tembakan menembus dada James.
“ech.. maafkan Aku Fian, tolong, selamatkanlah masa depan sebisa mu…”
“tidak tanpamu, kau harus bertahan, Aku akan cari pertolongan.”
“ti.. tidak, sudah tak ada waktu, Aku sudah tidak kuat, Aku yakin kau bisa tanpa Aku.”
hal yang sangat ku sesali adalah, James tak terselamatkan, ia tewas, dan berwasiat kepadAku untuk melAkukan sesuatu untuk masa depan bumi. akhirnya di tengah tengah bencana, Aku memberanikan diri untuk masuk mesin waktu dan kembali kemasa ku, meski itu akan membunuhku. mesin waktu milik Jawa membuktikan bahwa alam semesta tidaklah pararel, artinya masa depan bisa dirubah.
“Elin..!! tolong hidupkan mesinya, Aku akan berangkat.”
“apa kau yakin, kemungkinanya sangat kecil.. terlalu berbahaya.”
“sudah nyalakan saja, jika Aku berangkat resikonya Aku akan mati, tapi jika Aku tetap tinggal kita semua akan mati tanpa usaha.”
“baiklah.. tolong selamatkan dunia, Aku percaya padamu..” akhirnya mereka mengirimkanku kemasa seratus tahun yang lalu. mesin mulai menyala, Aku membawa kunci mesin waktu di tanganku, Aku merasakan energi besar menghancurkan tubuhku seukuran nano. dan pandangan kabur, Aku mulai berpikir mungkin ini adalah akhir hidupku, dan mungkin Aku akan gagal. Aku tidak berharap ini akan berhasil, Aku serahkan semua pada tuhan, tapi Aku berharap satu hal… Aku berharap… semua ini hanya… MIMPI.
“Ayah… sekarang kau harus berangat ke markas, dua hari lagi keberangkatanmu, ayo bangun..!!”. Aku terbangun, Istriku membangunkanku. Aku sadar Aku berada di tempat tidurku. Tunggu dulu, aneh, ada yang salah… apa yang terjadi?

Semua ini gila, aneh, aneh dan aneh… semua seperti terulang sebelum keberangkatanku ke Mars seratus tahun lalu, Aku ingat ketika tentara jawa dan Elin mengirimkanku ke masa 100 tahun tepat di tahun 2015. dan Aku tersadar berada si atas tempat tidur lengkap dengan piyama ku.
“ma… apa yang terjadi?!, aahh..!! ada apa ini..!!?” Aku kebingungan, dan hampir gila.
“apanya yang terjadi? kau baru saja kesiangan, dasar suami tukang tidur..! kau mimpi buruk ya..?”
akhirnya Aku berkesimpulan. itu semua hanya mimpi.

Aku mulai berangkat dari rumah bersama Istriku menuju kantor nasa, mengenakan jas putih dinas ku. untuk pemeriksaan dua hari sebelum keberangkatan, sama persis dengan mimpi anehku.
Sesampainya disana, Aku segera menuju ruang kesehatan, sesuatu terjatuh dari saku jas putih ku. Aku terkejut dan melongo, mengetahui sesuatu yang terjatuh itu adalah… KUNCI MESIN WAKTU lengkap dengan simbol JAVA milik tentara jawa. Aku langsung sadar, mereka mengirimkanku ke 100 tahun yang lalu, memutar balikan dimensi ruang dan waktu hingga Aku kembali ke tempat tidur, waktu mundur hingga awal keberangkatanku. Istriku membentakku ketika Aku terdiam membisu.
“ayah…kenapa kau ini.?” tanya Istriku.
“tidak, ada sesuatu yang harus Aku lakukan, kau tunggu disini ya.” Aku berangkat tergesa gesa menuju pusat mesin NASA, bila semua itu bukan mimpi, maka kecelakaan itu juga nyata, dan berarti ada dua tugas yang harus kulAkukan, mengingatkan seluruh petugas NASA akan sistem komputer yang eror, dan memberi pesan untuk tidak melakukan invasi kepada negara lain, karena jika itu mereka lakukan maka 100 tahun yang akan datang, dunia akan hancur, Aku memegang amanah dari generasiku di 100 tahun yang akan datang.

Aku bertemu James dan Hiro di sana, tentu saja ini seratus tahun sebelum armageddon terjadi dan mereka masih hidup bersamaku, sesaat Aku terlihat seperti orang gila karena semua kegilaan ini.
“hai Dr. Fian, kenapa kau terlihat panik, apa kau stres karena keberangkatan dua hari besok?” tanya James.
“oh tidak Mr. James, ada sesuatu yang sangat penting yang harus kulakukan.”
“ehmm.. Dr. Fian, sejujurnya Aku semalam bermimpi aneh, Aku bermimpi ditembak orang aneh dan Aku tewas, Aku melihatmu di sisiku” ternyata kejadian 2015 juga ikut terbawa ke ingatan James walau dalam bentuk mimpi.
“kurasa kau perlu istirahat Dr.” Aku meninggalkanya.

Sebelum berangkat Aku memerintahkan petugas engineering lain untuk memeriksa sistem operasi, prosesor, dan sistem daya listrik komputer. dan mereka terkejut ketika mendapati kerusakan pada setiap yang kusebutkan tadi. penerbangan di tunda tiga hari untuk perbaikan
“bagaimana kau tahu semua ini Dr. Fian?” tanya Dr. Hiro, Aku turut senang melihatnya hidup, bukan dalam bentuk kerangka.
“dari mimpi” kata ku terus terang, ia kelihatan bingung, namun kami segera menyiapkan segala persiapan.

Hari pun berjalan sama persis seperti seratus tahun yang lalu, kami memberi salam pamit pada keluarga dan berangkat ke planet Mars. kami sampai dengan selamat. dan ajaibnya, sama seperti dalam ingatanku, kami menemukan rumput kecil di Mars, kami membawa salah satu samplenya ke bumi. kami kembali dengan selamat di bumi pada tahun 2017. kami mendapat penghargaan ilmuwan dan pahlawan international, mereka ingin memberi kami permintaan untuk tanda penghargaan. James meminta laboratorium baru, Hiro meminta untuk mendirikan unversitas astrogeologi di china. sepertinya Aku sudah merubah satu masa depan.

Aku masih punya satu tugas, amanat dari 100 tahun yang akan datang. Aku diberi permintaan istimewa juga. permintaanku agak aneh. Aku minta di buatkan sebuah monumen setinggi monas dengan bertuliskan perjanjian perdamaian negara di dunia dan dihapuskanya invasi atas negara lain, tugu yang terbuat dari perunggu berlapiskan alumunium itu disetujui masyarakat sedunia. dengan begini perang armageddon tak akan terjadi. ketika Aku pensiun Aku mencoba menceritakan kisah ini dalam bentuk novel fiksi ilmiah.

Catatan:
Seratus tahun kemudian, bumi benar benar damai, tak ada peperangan, teknologi yang ramah lingkungan berkembang pesat. semua itu juga tak lepas dari menumen kuno yang dibangun seratus tahun yang lalu oleh Dr. Fian, astronot yang mengubah masa depan. “masa depan itu bisa diubah atau tidak, tergantung masa sekarang. tuhan tak akan mengubah nasib suatu kaum, melainkan kaum itu yang mengubah masa depanya sendiri”
“Aku berangkat…” kata seorang wanita cantik berusia 20 tahunan bernama Elin, yang sedang berangkat kuliah. ya.. tentu saja masa depan sudah berubah…

Tulisan 9


Jalanan itu Rumahku

Pim pim piiimmm. Suara gaduh yang biasa terdengar di jalan-jalan kota. Debu, asap, polusi semua bercampur aduk. Suasana menjadi pengap dan sangat panas. Sampah-sampah masih terlihat di pinggir-pinggiran jalan. Lampu merah menyala. Anak-anak itu berhamburan ke jalan. Ada yang memakai gitar kecil ada pula yang membawa tutup-tutup botol yang dirangkai sedemikian rupa sehingga bisa mengiringi lantunan lagu yang mereka nyanyikan. Berhenti dan bernyanyi di setiap pintu-pintu mobil. Belum selesai lagu mereka beberapa keping uang receh sudah di tangan. Kemudian mereka menunduk sebagai tanda terimakasih. Lampu hijau menyala, mereka segera menepi ke pinggir jalan.

Anak-anak itu berpencar dengan tujuan masing-masing. Namanya juga anak jalanan, selalu berkelana di jalan sepanjang hari. Dua orang anak laki-laki berkalung dagangan kecil-kecilan itu malah tidak sesibuk anak-anak tadi. Asyik nongkrong di bangku panjang pinggir jalan itu. Parahnya lagi keduanya sambil asyik menghisap rokok tanpa rasa bersalah sedikit pun. Padahal mereka masih kecil. Paling baru seusia kelas 6 SD. Bersendau gurau keduanya dan hanya memandangi jalan. Lalu dari arah kanan mereka berjalan dengan gesa seorang anak perempuan memakai seragam putih biru dengan tas di punggungnya. Gayanya terlihat kumuh berjalan menghampiri kedua anak itu.

“Hehh! Kalian! Siapa yang suruh nongkrong-nongkrong di sini!” teriaknya dan memukuli kedua anak itu.
“Apalagi ini, kalian merokok? Dasar bodoh! Dasar nakal! Kalian mau mati ya!” anak perempuan itu merebut rokok dari tangan kedua anak itu.
“Aduh, Sakit…” rintih kedua anak itu. Anak perempuan itu mencekal lengan kedua anak itu lalu menyeretnya berjalan. Anak-anak itu tak berhenti merintih kesakitan.

Mereka berhenti di depan sebuah bangunan hampir hancur. Ditambal–tambal dengan bahan seadanya. Bangunan itu dijadikan tempat tinggal oleh anak-anak jalanan itu. Rupanya anak perempuan tadi sangat geram dengan kedua anak laki-laki itu. Matanya yang bulat mengisyaratkan kalau ia sangat marah.
“Kenapa kalian tidak kerja?”
“Kami kerja. Kami sedang istirahat. Capek banget muter-muter sampai terminal.”
“Cuma baru sampai terminal aja ngaku-ngaku capek, istirahat dulu. Huh! Tidak usah manja! Kalian ini mau enaknya saja. Capek sedikit ngeluh. Apa-apaan. Terus, siapa suruh tadi kalian ngrokok? Heh?” kedua anak laki-laki itu menunduk. Tidak ada yang mau angkat bicara.
“Kenapa tidak jawab?!” anak itu diam sejenak. “Kalian ini masih kecil. Kalian tau tidak, sih. Kalau kalian ngrokok sama aja kalian tu pengen mati! Tau! Darimana uang yang kamu pakai buat beli rokok itu? Dari hasil jualan kalian? Iya? Kan udah aku bilang, semua hasil kalian itu ditabung! Buat nanti kalian sekolah! Bukan buat jajan! Apalagi buat beli rok*k! Dasar kalian! selama ini dengerin omonganku tidak?” anak itu menghela nafas sejenak. Kedua anak laki-laki itu masih tetap terdiam.
“Aku peringatkan sekali lagi. Kalau besok kalian masih ngrok*k lagi, awas kalian! Mau ditangkap polisi? Heh?! Masuk sana!”

Gadis yang beranjak remaja itu bernama Putri. Ia sekarang duduk di kelas 8 SMP. Anak yang cantik tapi dengan sifatnya yang tegas dan keras. Hanya satu harapnya saat ini, bisa melanjutkan sekolah serta anak-anak jalanan yang sudah ia anggap sebagai adiknya itu bisa bersekolah seperti dirinya. Maka dari itu kelihatannya ia sangat keras kepada mereka. Mereka harus maju, tak mungkin selamanya mereka hidup di jalan.

Sudah hampir 10 tahun ini ia hidup di jalan. Tak mungkin tak merasa bosan. Apalagi di lingkungan yang sulit seperti itu. belum lagi ancaman kapanpun mereka bisa ditangkap polisi. Sebagai anak yang paling tua, Putri bertanggung jawab. Melakukan yang seharusnya ia lakukan pada adik-adiknya. Di tempat kecil itu ia hidup bersama 5 orang anak lainnya. Mereka semua terhitung masih anak-anak SD.

Malam ini waktunya Putri menyiapkan makanan seadanya. Nasi dengan lauk satu buah telur dadar yang dibagi berlima. Sudah terbiasa kalau Putri harus makan tanpa lauk.

“Kalian itu jangan macam-macam, ya. Kalau harus kerja, ya kerja. Nggak usah memikirkan yang lain. Nggak usah coba-coba. Kalau harus nyemir ya nyemir aja. Kalau harus ngasong ya ngasong. Harus jualan ya jualan. Selain apa yang aku perintahkan nggak usah melakukan yang lain. Terutama kalian! Didit, Oni! Kalau besok kau ulangi lagi, aku nggak peduli kalian mati di jalan! Ngerti?” nasihat Putri yang terdengar sangat tegas bagi anak-anak. Putri cuma tidak mau anak-anak terjerumus pada hal yang tidak baik.
“Ya…” jawab mereka serempak.

Esok paginya, mereka sudah bersiap masing-masing. Menata barang-barang asongannya. Alat-alat semirnya. Serta jualan kue nya. Ya, Putri tidak mengajari mereka mengamen atau mengemis seperti anak-anak yang lain. Walaupun hasilnya tak lebih banyak, tapi itu cukup mengajarkan mereka untuk bekerja keras. Sementara Putri sendiri sekolah dari pagi hingga siang, setelah itu harus menjadi kuli angkut tepung di pasar.

Siang ini Putri tak mendapati Didit dan Onni berjualan di tempat biasanya ia lewat. Di rumah mereka pun tak ada. Tiba-tiba seorang ibu yang biasa ia temui di pasar datang.
“Put.. Didit dan Onni tadi ikut ketangkep polisi..!!” kata ibu itu terengah-engah. Putri jadi panik. Ia berpikir keras dan khawatir.
“Makasih, Buk.” katanya. Ia lalu lari tanpa sempat berganti baju dahulu.

Benar saja kantor polisi penuh dengan orang-orang jalanan. Namun Putri belum menemukan Didit dan Onni. Rupanya mereka sedang duduk di hadapan pak polisi. Kenapa sampai ditanya-tanya.
“Apa yang kalian lakukan di tempat itu? Kalian juga pesta di situ? Darimana kalian dapatkan?” tanya pak polisi bertubi-tubi. Didit, Onni, bersama bandit-bandit itu. Anak-anak bandel dan nakal yang menyebalkan.
“Kami tidak pakai narkoba, Pak. Kami hanya main… istirahat..” kata Didit gemetaran. Hah? Narkoba? Jadi mereka dituduh pesta narkoba?.
“Tapi kalian juga merokok! Apa hanya itu?”
“Maaf, Pak. Jadi bapak menuduh anak ini pesta narkoba?” kata Putri menyela ketegangan itu.
“Kamu siapa lagi? Pergi sana kalau tidak ada keperluan! Mengganggu saja!”
“Saya kakak mereka, Pak.”
“Oh, benarkah? Lalu kamu juga ikut dalam pesta itu?”
“Saya sudah bilang mereka tidak pesta nark*ba, Pak. Darimana bapak tahu kalau mereka pesta narkoba?”
“Heh! Sudah sejak dulu tempat itu menjadi sarang mereka. Anak-anak itu juga melihatnya sendiri. Belum puas ditambah merokok.” kata pak polisi menunjuk pada bandit-bandit bandel itu. Putri sungguh jengkel. Dasar anak-anak tukang bohong. Pasti mereka mengada-ada saja untuk mencelakai Didit dan Onni.

“Jadi bapak percaya omongan mereka? Bukankah semua harus disertai bukti, Pak? Lalu kalau mereka benar-benar memakai narkoba, kenapa sampai sekarang mereka baik-baik saja? Bukankah pemakai narkoba selalu menjadi aneh? Mereka bukan pemakai, Pak. Anak-anak itu bohong! Mereka menuduh orang lain, padahal mereka sendiri yang melakukannya, Pak!”
“Hei! Dia bohong, Pak!” bantah anak-anak bandel itu sempoyongan.
“Apa? Kalian yang bohong! Sudah jelas-jelas kalian yang biasa memakai! Lihat, Pak! Mereka jadi gila seperti itu.”
“Heh! Pembohong, Pak. Dia itu yang tukang tuduh!”
“Sudah! Sudah!” bentak pak polisi menggebrak meja. “Ini kantor polisi! Jangan buat keributan!” sejenak kemudian semua menjadi diam.
“Baiklah. Nanti kalian akan ikut di penampungan.”
“Mereka berdua juga, Pak?”
“Tentu saja!”
“Tapi mereka bukan pengamen atau pengemis seperti yang lain, Pak. Mereka jualan. Bukan pengemis, Pak.” protes Putri.
“Sama saja. Mereka anak jalanan yang bandel. Anak kecil sudah merokok. Tunggu saja kalian akan dipindahkan nanti.” Polisi itu beranjak pergi. Pusing rupanya menghadapi anak-anak itu.
“Pak, saya mohon. Mereka adik saya, Pak.” Putri menahan tangan pak polisi itu. kemudian ia bersimpuh. Didit dan Onni yang sedari tadi hanya diam karena takut, jadi terkejut. “Jangan bawa mereka, Pak. Saya akan bertanggung jawab atas mereka. Saya akan menghukum mereka kalau mereka berani nakal lagi, berani merok*k lagi, Pak. Saya mohon percaya pada saya, Pak. Saya sekolah, Pak. Lihat seragam saya. Bapak percaya pada saya.” Tak disangka-sangka Putri meneteskan airmata. Polisi itu mengamati seragam yang dipakai Putri.

Didit dan Onni berjalan lambat-lambat. Melangkah mengikuti Putri yang sedari tadi diam. Mereka berdua menunduk tak bisa bicara apapun. Wajah mereka yang lusuh, baju mereka yang lusuh terkena debu membuat mereka semakin menyedihkan. Tiba-tiba Putri berbalik matanya menyorot tajam pada kedua anak itu.

“Kalian ini bandel banget, sih. Aku harus gimana supaya kalian itu ngerti.” Putri menahan amarahnya. Berlari masuk ke dalam rumah yang jauh dari sederhana itu.

Putri masih terdiam malam ini. Besok libur, jadi Putri sedikit tidak peduli dengan pelajaran. Duduk memandang langit melepas lelahnya hari ini di bangku kecil depan rumah. Didit dan Onni dengan takut-takut mendekati Putri duduk di sampingnya. Putri berpaling masih tak mau melihat mereka.

“Maaf, Kak. Kami salah. Kak Putri boleh menghukum kami.” akhirnya Didit bicara.
“Iya, Kak. Kami bandel. Kami takut sampai membuat kak Putri menangis. Kami akan bekerja keras mulai sekarang. Kami akan rajin jualan. Kami juga bisa bantu kak Putri di pasar. Kami ingin sekolah juga.” tambah Onni meyakinkan. Putri berbalik ke arah mereka.
“Kakak? Baru kali ini aku mendengar kalian memanggilku seperti itu.”
“Kami adiknya kak Putri, kan?” Putri hanya mengacak-acak rambut kedua anak itu. Didit dan Onni gembira rupanya berhasil minta maaf pada Putri.

Hari ini wajah Putri berbinar-binar. Ia melangkah senang dengan bawaan di tangannya. Anak-anak menyambutnya dengan heran. Menanyakan apa yang ia bawa. Seragam sekolah rupanya. Anak-anak bahagia kegirangan. Mereka senang rupanya sebentar lagi bisa sekolah.

Mulai hari ini, jadwal mereka berubah. Pagi sampai siang mereka sekolah, baru siang harinya mereka kembali bekerja. Putri bisa tersenyum bahagia. Ya, semua pasti tidak ada yang mustahil. Kini apa yang ia inginkan yang dulu ia kira sebatas angan belaka bisa terwujud. Jika kita mau, kita pasti bisa.

Tulisan 8


Aku Tak Pernah Membencimu Yah

Gemerlap sinar itu mungkin telah lenyap ditelan ombak di laut, entah ke arah mana, dimana bahkan bagaimanapun aku juga tak tahu pasti, kejadian itu terjadi saat aku masih di bangku taman kanak-kanak, yang jelas kebahagiaan itu telah tiada di hidupku, dunia ini seakan berputar begitu cepat, kemewahan atas harta kekayaan telah diberikan ayah sejak aku lahir di dunia kini telah lenyap akibat pengkhianatanya. Ayah yang begitu aku sayangi dengan tega meninggalkan kami demi orang ketiga pilihanya. Hari-hari itu memang ayah dan ibu sering mempermasalahkan satu hal yang selalu diiringi tangisan, jeritan, bahkan tamparan yang mungkin tak seharusnya terjadi dan tak pernah ku harapkan hadir di keluargaku.
“kamu seorang pengkhianat!”
“tutup mulutmu!!!” bentak ayah
Begitulah pertengkaran yang setiap malam ku dengar di telingaku.

Malam itu aku tak tahu setan apa yang telah merasuki perasaan ayah hingga ia begitu tega mengusir kami tanpa belas kasih sedikit pun.
“kemasi barang kalian dan segera pergi dari sini! Dasar benalu!”
Tak ku dengar pasti jawaban ibu, yang aku dengar hanya tangisan dan suara gerak kakinya yang menuju kamarku, aku tak tahu tiba-tiba ibu langsung memasukan baju ku dan baju nya lalu dia menggendongku keluar dari rumah

Saat itu terlihat wajah ibu yang terlihat bingung entah apa yang ia fikirkan, dia menciumku dan menangis dia berkata kepadaku kata bijak yang sampai aku menghembuskan nafas masih ada di otaku
“kamu harus jadi wanita yang kuat” aku tak tahu mengapa ia mengatakan itu padaku.

Malam itu kami menyusuri jalan hingga langkah kaki kami terhenti di sebuah terminal ibu menangis dia memeluku dgan tanganya yang hangat setelah itu ibu mengajakku duduk di sebuah toko
“kenapa ibu menangis?”
“ibu gak nangis kok, dek kita tidur di sini dulu ya”
“kenapa kita tidur sini bu, kan disini dingin lebih enak di rumah”
“sekarang itu bukan rumah kita”

Aku hanya terdiam, ku turuti apa kata ibu lalu dia menaruh jaket nya untuk alas tidurku. Ibu berada di sampingku di memeluku sambil menceritakan sebuah dongeng yang begitu membuatku terhanyut.

Keesokan hari, kami tiba-tiba disiram air yang begitu dingin sepontan kami terbangun ku lihat ada seorang yang marah pada ibu
“kenapa dia marah bu? Kita kan gak salah”
“kita salah nak, ya sudah kita pergi dari sini ya nak”

Lalu aku di gendong ibu dengan keadaaan yang basah dan kedinginan aku di bawa ke sebuah mushola dekat terminal disana ibu meminta izin pada petugas untuk numpang mandi.

Setelah aku dimandikan aku disuruh menunggu ibu di sebelahnya ku lihat ibu memakai baju putih seraya melakukan gerakan-gerakan, ku lihat ibu berdoa sambil menangis.
“ibu”
“apa nak”
“ayo pulang bu”
“kita mau ke rumah nenek”
“aku nggak mau di rumah nenek, rumah nenek kecil bu”

Ibu hanya tersenyum lalu ia mengajaku kembali ke terminal dan kami menaiki sebuah mobil warna hijau yang terdapat banyak orang di dalamnya

Perjalanan yang begitu lama dan tak kurasa aku sudah sampai di rumah neneku, rumah yang dua kali lebih kecil dari rumah yang kami tempati dulu. Disana hari-hari kulalui meski aku sulit untuk menghhilangkan kebiasaan manjaku, aku jarang makan hingga aku terkena penyakit lambung tapi aku tetap tak mau makan.

Hari-hari kulalui hingga tak terasa umurku sudah 14 tahun dan aku sudah menginjak kelas 3 smp, begitu aku sangat merindukan ayah. Setiap hari ku ingin ayah kembali dengan ibu tapi itu mustahil ibu sudah sangat benci pada ayah hingga pada saat ayah menemuiku ibu melarangnya.

Hari-hari aku sangat rindu pada ayah, hingga menjelang ujian nasional aku tak kuasa menahan rinduku
“ayah aku sangat merindukanmu”

Ujian nasional itu kulalui dengan keadaan sakit, aku tak bisa menggerakan kaki ku bahkan perutuku sudah sangat sakit
“aku harus semangat”

Setelah ku tempuh ujian keadaan ku semakin memburuk, ku lihat orang ibu, nenek, dan kekasih ku begitu sedih. Aku dibawa ke rumah sakit, aku tak sadar kan keberadaanku. Ku lihat mereka menangis, ku lihat tubuhku terbaring di sebuah ranjang dengan mata tertutup, ku lihat sosok ayah memeluk tubuh kecilku. Dan tak kusadari inilah roh ku, ini lah jasadku

Tubuhku dimandikan, tubuhku di selimuti kafan, dan disholati. Hingga kulihat ayah dan kekasihku menangis di atas nisanku dan ku saksikan jasadku terpendam beserta rasa rinduku pada ayah. Kalau sekarang aku bisa bicara dengan ayah akan kubisikan sebuah kata “ayah sampai kapanpun aku tak akan pernah membencimu”

Tulisan 7


HILANG
Huh dia lagi, dia lagi. Tak bisa aku lepaskan pikiran tentang dia yang sangat menjengkelkan itu. Setiap pagi, yang seharusnya aku senang dan semangat akan pergi ke sekolah dan bertemu dengan sahabat-sahabatku, malah menjadi pagi yang menjengkelkan dan tak bersemangat. Mengapa sih aku terjebak untuk menjadi ‘Teman’ sebangkunya, yang harus selalu di sebelahnya dan mengerjakan semua tugas bersama-sama? Ini semua gara-gara mobil rongsokan papa yang mogok saat di jalan.

Hari itu papa bersikeras agar aku naik mobil kesayangannya yang sudah tua itu. “Untuk keberuntungan hari pertama sekolah,” katanya dengan senyuman bangga. Eeh, tiba-tiba saat di jalan, mobil ‘keberuntungan’ papa menjadi mobil ‘sial’-ku. Mobil itu mogok di tengah-tengah jalan! Jadilah aku telat. Aku sudah berlari dengan sekuat tenaga, tetapi tetap saja aku telat. Untung sekolahku tidak seperti sekolah negeri biasa yang pagarnya ditutup jika bel sudah selesai berbunyi lagi. Teman-teman sudah duduk di kursi dengan rapih, dan penataan teman sebangku sudah selesai. Tersisa 1 tempat duduk di kiri tengah dengan cowok yang kupikir dapat menjadi temanku.

Memikirkan hari terburuk itu membuatku kehilangan nafsu makan. Omelet sedap dengan danging asap buatan mama yang ada di piringku tergeletak begitu saja menungguku untuk menghabiskannya. Maafkan aku Omelet, aku tidak bisa menghabiskanmu. Aku sudah kenyang dan enek memikirkannya. Tanpa berpikir panjang, aku pun beranjak dari kursi meja makanku.
“Pa, yuk berangkat!” ajak ku.
“Yuk!” sahut papa sembari mengambil tas kerjanya.
“Hati-hati di jalan ya sayang…” ujar mama.
“Iya!” sahut papa dan aku secara bersaman. Kita pun menaiki mobil baru papa, dan langsung menuju sekolahku.

Tak lama aku sudah berada di lobby sekolah. Perlahan aku turunkan kakiku dari mobil dan menuju kelasku. Kulihat dari jendela kelasku. Dia di sana, duduk di atas meja, bagaikan sedang menunggu seseorang. Aku tahu dia sedang menungguku, agar ia bisa mengejekku, menjahiliku, menggangguku, dan membuatku sangat-sangat kesal.
“ADELIA!” sahut salah satu sahabatku, Lizza.
Ia adalah orang yang berisik sekali. Di belakangnya, menyusul sahabat-sahabatku yang lain, Thalita dan Dina. Mereka sudah menjadi sahabatku sejak tahun lalu. Sejak kita berempat kelas 1 SMA.

“Yuk masuk!” ajak Dina. Kita berempat pun masuk, dan mulailah penderitaanku untuk hari ini.
“Yaah, ada si tulang.”
“Apa sih Matias, belum juga gue duduk, udah ngoceh aja lo.” jawabku dengan muka sejutek-juteknya sambil duduk di sebelahnya.

Ya, nama cowok yang menjengkelkan itu Matias. Jangan tertipu oleh namanya. Matias terdengar seperti nama anak yang cakep, dermawan, dan sangat caring, tetapi Matias yang ini, nggak ada mirip-miripnya sama Matias yang kalian pikirkan itu. Beda jauh banget.
“Muka kalau udah jelek, jangan tambah dijelekin.”
“Au ah gelap,” balasku.
“Yah jangan ngambek dong.. masa gitu aja ngambek. nanti cantiknya hilang loh.” ejeknya. Hari ini berlalu dengan ejekan Matias yang tiada hentinya.

“HEEY!” Lizza teriak dengan riangnya lewat telepon.
“Bosen nih Liz.” keluhku.
“Hmm.. Gimana kalau kita pergi jalan-jalan?” Lizza menyarankan, masih dengan suara riangnya.
“Ayo! Tapi kemana nih?” kita berdua berdiam sejenak, berdebat di kepala masing-masing untuk menentukan tempat yang akan terpilih untuk kita kunjungi hari Sabtu ini.
“Ragunan!” sahutku mendahuluinya. Tidak sempat ia menjawab, aku sudah cepat-cepat menutup teleponnya dan mulai menelepon Dina.

Kita ke ragunan menggunakan mobil Lizza, karena mobilku di pakai papa. Radio di mobil tiba-tiba memutarkan lagu 22 oleh Taylor Swift. Aku dan Lizza tahu betul kalau Taylor Swift itu artis kesukaannya Dina. Dina pun mulai kegirangan sendiri dan menyanyikan lagu tersebut. Aku dan Lizza memang tidak terlalu hafal lagu 22 itu, tetapi pada saat reff-nya mulai, kita pun bernyanyi bersama-sama dengan kencangnya.

“I don’t know about you, but i’m feeling twenty two, everythings gonna be alright if you keep me next to youuu! Hahahahaha” Kita pun bernyanyi dan tertawa dengan senangnya.

Tak terasa kita sudah sampai di tempat tujuan yaitu ragunan. Cepat-cepat kita lari ke tempat peminjaman sepeda agar dapat mendapatkan sepeda yang bagus. tetapi sesampainya di sana, sepeda yang ada hanya tersisa dua sepeda, yaitu sepeda untuk satu orang, dan sepeda gandeng untuk 2 orang. Kita memutuskan untuk meminjamnya saja, karena kita takut nanti malah tidak kedapatan sama sekali. Aku memakai sepeda yang untuk satu orang, sedangkan Lizza dan Dina memakai sepeda gandeng berdua.

Kita berkeliling ragunan sambil melihat lihat binatang-binatang yang kita lewati. Kita juga mengomentari binatang-binatang tersebut dan tertawa-tawa bersama-sama. Saat kita melewati monyet, kita sangat beruntung karena monyet-monyetnya sadang sangat lucu seperti sedang bermain-main dan berbicara dengan satu sama lain.

“Ya ampun mama, aku mau main!” Dina berkata seperti sedang mendialogkan si monyet yang kecil yang sedang bermain-main.
“Tidak anakku, kamu harus tidur siang.” Aku pun melanjutkan, mengikuti apa yang di lakukan oleh dina, dan kita tertawa lagi.

Hari ini adalah hari yang sangat amat menyenangkan. Tidak ada yang mengganggu, hanya aku dan sahabat-sahabatku bersenang-senang. Kita bertiga sedang tertawa terbahak-bahak karena cerita lucu yang barusan Lizza ceritakan sembari kita berkeliling Ragunan. Di depan ada turunan. Aku sangat suka jalanan yang menurun karena angin yang akan menghembus saat kita melewatinya, dan kita tidak perlu mengoes pedal sepeda.
“Wiiii!” seruku, sambil menutup mata sejenak asyik dengan rasa sejuk yang ku rasakan. Saat aku membuka mata, aku sudah berada di dekat ujung turunan. Aku pun cepat-cepat memencet rem agar tidak terlalu berbahaya, karena di ujung turunan ada belokan.
“Toloong!!” Aku bingung. Ku coba sekali lagi. Enggak bisa!
“TOLONG!” Aku mulai panik.
“LIZZA, DINA!!” Aku panik dan takut.
“ADEL! Rem Del!” sahut Lizza yang terdengar sangat jauh.
“ENGGAK BISA!! TOLONG LIZ, ENGGAK BISA DI REM! AAAH” Aku teriak, terdengar panik di suaraku.
“Eh ada si tulang. Rem dong nanti kalau jatuh kan berabe.” terdengar dari telinga sebelah kananku suara laki-laki yang sangat familiar. Kok ngos-ngosan? Sepertinya Ia sedang berolahraga. Tunggu, aku masih melaju kencang!
“MATIAS! TOLONGIN GUE! ENGGAK BISA DI REM!” teriakku dengan harapan dia dapat berubah menjadi baik. Sebenci-bencinya aku kepadanya, dialah yang paling dekat denganku yang memungkinkan untuk bisa menolongku.
“Ya ampun adelia!” terdengar suara hentakkan kaki yang sangat cepat di belakang.
“AAAH!” Aku takut. Bagaimana ini? Aku tak dapat berpikir apa-apa. Aku sangat takut. Mataku terpejam, takut untuk melihat.
“ADELIA!” suara Matias sudah dekat. Aku mulai agak lega. Mataku perlahanku buka, dan kulihat di sebelah kananku Matias dengan muka yang sangat amat panik mencoba untuk mendekat. Kucoba ulurkan tangan agar dapat tergapai oleh Matias, tetapi tangan kiriku menarik sepedaku ke sebelah kiri.
“Enggak bisa!” rengekku. Mataku sudah mulai berair. Kuulurkan tanganku untuk menyeka air mata yang sudah berjatuhan. Tak lama, aku merasakan benturan di sepedaku yang membuatku melayang dan dengan cepatnya aku menabrak sesuatu dengan posisi yang tidak enak. Aku bingung. Terasa tubuhku menabrak besi yang sepertinya pagar ragunan, dan pandanganku menjadi gelap seketika.

Kepalaku sakit. Badanku susah untuk bergerak. Ada apa ini? Mengapa aku seperti ini? Apa yang terjadi? Perlahan aku membuka mataku. Ah terang sekali. Kucoba sekali lagi. Nah, sudah tidak terlalu terang lagi. Dimana aku? Eh ada Matias! Dia ganteng banget sih. Siapa cewek-cewek yang berdiri di sampingnya? Ih jangan dekat-dekat Matias! Dia milikku! Aduh sakit. Aku tidak dapat beranjak dari tempat tidur ini.
“Matias” ya ampun suaraku jelek sekali. Mulutku terasa sangat kering. Tenggorokkanku sakit.
“Adelia!” serunya, langsung memberikanku minum. Aku tersenyum. Senang sekali mendengar suaranya. Mereka semua langsung menghampiriku. Aku merasa risih. Siapa sih mereka?
“Matias, aku dimana?” wajah mereka semua menunjukkan kebingungan.
“Kamu di rumah sakit del” Matias menjawab.
“Kenapa?” aku bingung dan panik.
“Kamu enggak inget kejadian kemaren?” Si cewek satunya bertanya. Yang ku ingat hanyalah suara matias memanggil namaku.
“Enggak. Kamu siapa sih?” Tanyaku sedikit jutek. Matias punyaku.
“Kamu enggak kenal aku?” Tanyanya lagi.
“Enggak. Aku juga gak kenal kamu” Aku menunjuk ke cewek satunya lagi. Tiba-tiba papa dan mamaku datang tanpa mengetuk pintu. Ya ampun kalau saja mereka salah ruangan pasti malunya minta ampun, hahaha.
“Adelia!” Mama memanggil langsung menerobos matias yang tadinya ada di sampingku.
“Sayang! Kamu udah bangun? Enggak kenapa-kenapa kan sayang?” Tanya papaku.
“Iya pa, ma, Adel enggak apa-apa kok.” Jawabku sedikit memanja.
“Iya sayang, tadi kita sudah menanyakan susternya, katanya hari selasa Adel sudah bisa pulang.” Ujar mama sangat bersemangat. Aku sangat senang.
“Matias! Aku hari selasa sudah bisa pulang!” Seruku. Matias datang padaku, sedangkan dua orang cewek tadi keluar dengan mama dan papaku.
“Adelia, aku siapa?” Tanya matias seperti orang aneh.
“Kamu pacar aku lah…” Mukanya langsung terlihat panik, bingung, tetapi senang di saat yang bersamaan. “Kamu enggak apa-apa kan?” tanyaku untuk memastikan.
“Iya enggak apa-apa kok. Yang tadi barusan datang itu siapa?”
“Dua orang tadi? Mereka kan mama dan papaku. Kamu gimana sih, hahaha”
“Terus, yang dua cewek tadi kamu tahu enggak mereka siapa?” Tanyanya lagi. Astaga dia kenapa sih.
“Enggak tahu. Mereka siapa sih? Mereka mau mengambilmu dariku?” Muka Matias langsung panik. “Ya ampun, kamu selingkuh?” Tanyaku lagi. Aku sedih, kecewa. Semoga dia tidak selingkuh.
“Eh, enggak kok, enggak. Tunggu sebentar ya.” Matias langsung lari keluar. Tak lama kemudian, dokter dan semuanya datang. Ada apa ini?
“Adelia, kamu enggak inget dua cewek ini siapa?” Tanya dokter. Emang aku harusnya inget ya?
“Enggak dok. Ada apa sih ini?” Mereka tidak menjawabku. Yang mereka berikan hanyalah muka kasihan.

Adelia mengalami amnesia ringan. Tetapi kata dokter, semua hal yang Adelia lupa sekarang, tidak dapat kembali lagi. Walaupun Dina dan Lizza sudah mencoba membuat Adelia mengingat mereka, tetap saja gagal. Adelia tidak tahu kalau dia mengalami amnesia. Mama dan papanya menganggap Adelia tidak perlu tahu tentang kejadian yang menimpanya. Sekarang Adelia selalu bersama Matias. Matias senang, akhirnya Ia bersama dengan cewek yang disukainya, walaupun agak sedikit sedih cewek itu harus mengalami amnesia untuk menyukai Matias.

Tulisan 6


Tuhan Aku Menyesal, Bolehkah Aku Dilahirkan Kembali?


Aline Clarisa. Aku adalah gadis cantik dengan hidung mancung dan bermata coklat sebagai penyempurna kecantikanku. Aku dibesarkan ditengah-tengah keluarga yang harmonis dan berkecukupan. Aku satu satunya anak dari mereka. Karena keluarga juga, aku menjadi seorang yang berprestasi dari sekolah dasar. Sekarang akupun masih kelas 1 SMA. Intinya aku adalah gadis yang beruntung karna aku memiliki semua kesempurnaan itu.

Kehidupan itu tak berjalan selamanya. Kehancuran itu berawal dari pertengkaran hebat antara mama dan papa ku di setiap suatu malam.

“Aku seperti ini karna kau dan Aline. Dan sekarang kau tuduh aku berselingkuh? Dimana otakmu?”. Bentak papah
“Jadi siapa perempuan itu?? Apa itu yang namanya tidak berselingkuh?” Kata mamah.

Ddduaaaar…Papa melakukannya tepat di depan mata kepalaku. Tangan itu yang biasanya melindungiku dan mama, kini malah menampar wajah mama. Aku hanya menangis.Terus menangis.. Aku berusaha berteriak, namun suara ini tertahan untuk keluar. Berbulan-bulan aku hidup berdampingan dengan kejadian hebat ini. Dan selama itu aku selalu berharap agar kejadian gila itu segera berakhir.

Kejadian itu berakhir dengan persidangan cerai. Aku benci ini. Bahkan sangat membencinya. Hilang sudah keluarga yang selalu aku banggakan selama ini.

“Lebih baik aku kerumah nenek saja”!

Malam pun tiba aku tak bisa tertidur, aku sangat merindukan sosok kedua orangtuaku, tanpa terasa air mataku pun mulai membasahi pipiku, dan rasa sakit mulai mewarnai lamunanku. Aku duduk diteras rumah nenek. Termenung..Saat aku benar-benar berada dalam rasa rindu kepada papa dan mama yang amat sangat, yang juga diselimuti rasa sakit di kepalaku, sebuah suara terdengar yang juga membuyarkan lamunanku, aku cepat-cepat menghapus air mataku dan mengalihkan pandanganku ke arah suara tadi, terlihat sesosok cowok yang duduk disampingku “kamu belum tidur?” aku tak menjawab dan hanya menggelangkan kepala,”belum ngantuk?” aku menggelangkan kepala juga tanpa menjawab pertanyaannya lagi. “tidak bisa tidur ya?” tanyanya lagi, aku tersenyum dan kali ini aku hanya menjawabnya dengan singkat “Ya”. Dia terdiam, kemudian berdiri di dekat teras dimana aku termenung “aku tahu kamu merindukan keluargamu yang dulu, kanapa kamu tidak menghubungi salah satu dari mereka, biar aku yang berbicara pada mereka, mereka pasti khawatir” sebelum dia selesai bebicara aku memotong pembicaraanya “aku tak mempunyai keluarga!” dia terdiam merasa bersalah akan kata-katanya suasana hening sesaat “semua orang pasti mempunyai keluarga” dia pun mulai membuka pembicaraan “tapi aku tidak!!” jawabku singkat “aku yakin kamu mempunyai keluarga, meski mereka telah pisah mereka tetap orangtuamu” aku terdiam kata-katanya serasa menusuk hatiku “dari mana kamu tahu hal itu? Aku memang mempunyai keluarga tapi itu Dulu! sekarang keluarga ku hancur!aku sendiri disini.”

Suaraku semakin pelan dan semakin tak sanggup menahan air mataku. Dia terdiam tak ada sepatah kata pun yang terlontar dari mulutnya “orangtuaku bercerai, saat aku memutuskan untuk tinggal bersama Nenek, baru dua bulan Nenekku meninggalkan aku untuk selamanya. Dan kini aku pun hidup sendiri tanpa keluarga!” air mataku mulai menetes, isak tangisku mulai keluar tak ada suara saat itu hanya suara tangisku yang ada. Beberapa menit berlalu saat tangisanku mulai reda dia pun berkata “bagaimana pun keadaan mereka, mereka tetaplah orangtuamu, kamu tetap anggap mereka ada jangan pernah kamu katakan kalau kamu tidak mempunyai keluarga” hatiku mulai terbuka, aku tersenyum dan menganggukan kepala. “sekarang kamu tidur ini sudah malam, kamu harus banyak istirahat agar sakitmu cepat sembuh” aku mengangguk, “maukah kau berjanji untuk ku” tanyanya. “janji apa?” “berjanji untuk selalu tersenyum mensyukuri semua yang ada, dan jangan pernah menganggap orangtuamu tak ada!” kata-katanya benar-benar membuatku merasa tenang “aku berjanji” aku pun memberikan janjiku itu dengan diikuti senyumanku. Tak lama itu mataku pun mulai tertidur

Hari-hariku berjalan dengan kesunyian..Pagi yang biasanya hangat dengan gurauan mama dan papa, kini terasa hambar. Setiap pagi selalu sarapan dan berangkat sekolah sendiri. Terkadang ketika aku melihat temanku yang diantar oleh ayah ataupun ibunya, tak tertahan rasanya membendung air mata ini. Sungguh aku sangat merindukan kehidupan seperti mereka.

Bu Rini, dia guru bahasa indonesiaku hari ini tidak hadir karna suaminya kecelakaan. Jadi, guru piket masuk ke kelasku untuk memberikan tugas.

“Ciptakan sebuah karangan yang menceritakan indahnya kehidupan keluarga kalian!” Ucap guru piket didepan kelas.

Semua temanku langsung hanyut dalam kegiatannya. Tapi tidak denganku. Bagaimana mungkin aku akan menuliskan keluargaku yang telah hancur? Dan kali ini aku harus benar-benar mengarang.Menuliskan bahwa aku hidup di tengah keluarga yang harmonis dan saling menyayangi.
Hatiku berontak membaca kata-kata yang penuh kebohongan itu. Ku buang kertas itu, ku tulis kembali. dan kali ini aku tak ingin lagi mengarang. Dengan cepat ku tulis ‘BERBULAN-BULAN AKU HIDUP DI TENGAH KELUARGA YANG PENUH KEKACAUAN.DAN KINI AKU MERINDUKAN KELUARGAKU WALAU AKU SANGAT MEMBENCINYA!’ Hanya menulis itu aku langsung menyerahkan karangan singkat kepada guru piket.

Tanpa ku sadari, Lucky ternyata membaca tulisanku. Dengan prihatin, ia menanyaiku dengan berbagai pertanyaan. Dengan rasa malu bercampur takut, ku jawab pertanyaannya satu persatu. aku telah menceritakan semua kisah pahit keluarga ku kepada dia.
“Tenang Aline. Aku tak akan menceritakan kepada orang lain tentang masalahmu Aku hanya ingin membantumu. Pakailah ini untuk menenangkan dirimu!”. Kata ia, sambil memberikan sebuah bungkusan kecil ke tanganku.

Malam harinya, ku pandangi bungkusan kecil itu.. Dengan rasa penasaran, ku buka bungkusan itu perlahan lahan. Seketika muncul bau yang mencuat ke seluruh kamarku. Ku hirup bau itu dalam-dalam. Lagi lagi dan lagi. Benar yang Lucky katakan. Tanpa ku sadari?Aku merasakan ketenangan karenanya. Dan sejak saat itu, narkotika menjadi bagian terpenting dalam hidupku. Dari sanalah kedekatanku dengan Lucky berawal. Dan dari kedekatan itu timbul sebuah perasaan cinta untuknya.

Malam hari ia menelfonku, besok ia ingin mengajakku ke sebuah tempat. Pagi ini, aku bangun gak seperti hari biasanya. Mataku terbuka tanpa aku mendengar suara alarm handphoneku yang sebelumnya tak pernah nihil untuk membangunkanku tiap pagi dan kulihat handphone mungilku masih tergeletak di samping bantal. Namun kupikir itu gak jadi masalah, soalnya aku masih bisa bangun tepat waktu. Cepat-cepat kusingkapkan selimutku dan segera melipatnya dengan rapi dan akupun segera beranjak ke kamar mandi. “Sudah tampil cantik kah aku hari ini?” tanyaku sendiri dalam hati sambil berkaca. Tak lama kemudian.. “Aline, aline!” teriak diluar sana. “siapa yang memanggilku ya?” Hmm entahlah! Ku buka gerbang dan ku lihat, ya!dia ternyata lucky. Aku dan ia pergi bersama, ia ingin memberikan kejutan untukku. “kamu tutup mata sebentar ya line!” “untuk apa aku harus menutup mata?”jawab bingungku. “Lihatlah nanti!” aku berjalan, terus berjalan bersamanya! Sampai ditempat yang tidak aku tahu. Ku bertanya “bolehkah aku membuka mataku?” ia menjawab dengan lembutnya “Ya sekarang kamu boleh membuka matamu, aku hitung ya! 1…2…3” tanpa banyak bicara aku langsung membuka mataku! Duaarrr…. suasana disana masih sejuk pemandangannya begitu indah aku baru merasakan dan melihat alam seindah ini ucapku dalam hati. sebelum kemudian ia menoleh ke arahku. Bertanya,”sudah pernahkah kau kesini?” “belum, tempat ini sangat indah..” Lucky menyatakan perasaan cinta kepadaku. Sungguh, kali pertamanya aku mendengar kalimat itu setelah kehancuran keluargaku. kata-kata itu tak pelak membuat jantungku bersalto. Berdetak secepat detakan detik dalam arlojiku. Aku tersenyum dan menggigit bibir diam-diam Namun kalimatnya yang terakhir membuat darah ini berhenti mengalir. Aku tau maksud pembicaraannya.

“Kita memang memiliki rasa yang sama.Tapi kita tak mungkin memiliki hubungan layaknya remaja lain. Aku yakin kau mengerti.” Bicaraku padanya. Aku tidak dapat memastikan diri. Perasaanku seolah terus mempermainkan kenyataan yang nampak didepanku saat ini.

Ah. Ini benar-benar gilaaa. Tapi tak ada salahnya aku terima.selama ini aku tak lagi diperhatikan kedua orangtuaku. Jadi tak salah kalau aku memulai kebahagiaanku yang baru dengan Lucky.

Hari-hari yang ku lalui semakin indah sejak bersamanya. Hampir setiap hari, disekolah maupun dirumah, lucky memberi ku kejutan yang tak pernah ku bayangkan sebelumnya. Mulai dari sms romantis,kado kecil sampai mengajakku ke tempat-tempat yang indah.namun itu dul. Sekarang Lucky juga sangat sibuk dengan band barunya, dan jarang memberiku kabar. Aku selalu hubungi lucky, aku hanya takut ia kenapa kenapa! Tapi dia tak merespon akan hal itu.. Pada awalnya aku mengerti dengan keadaannya, tapi lama kelamaan aku sudah tidak bisa menahan kesabaranku ini.

Biasanya lucky datang kerumahku malam malam tapi malam itu Lucky tak datang ke rumahku lagi. Aku masih tau dia pasti sangat sibuk dengan band barunya itu. Aku bingung ntah apa yang ingin harusku lakukan, segera ku cari sabu-sabu yang kusimpan minggu lalu. Sial! Aku lupa taruh dimana. Ku alihkan pandangan ke meja biru yang dulu selalu membantuku mengerjakan berbagai tugas sekolah. Aku menangkap sesuatu disana. Sebotol lem. Ya! Aku ragu akan hal itu, “apa mungkin aku melakukannya?” Bergegas aku buka tutupnya dan kuhirup dalam-dalam.

Dengan lambat, ku ambil cutter yang sudah berkarat di tas sekolahku. Ku toreskan cutter berkarat itu ke pergelangan kiriku. Darah merah dan segar mengalir sambil menebarkan aroma lem yang ku hirup tadi. Ku hirup kembali aroma yang ada di darahku. Berkali-kali aku melakukan hal yang sama. Sesuatu di luar kendaliku terjadi. Cutter itu memutuskan nadi pergelangan kiriku. Darah bersih dan segar mengalir cepat dengan sangat deras tanpa bisa ku hentikan. Aku bingung harus bagaimana! Tuhan.. Akankan ajal itu akan datang padaku malam ini? Tidak.Tidak boleh sekarang. Aku masih ingin bertemu dengan mama dan papa walau aku membenci mereka.

Saat itu aku memikirkan Lucky? Kemana ia pergi? Kemana? Ia tak ngasih kabar sama sekali! Dan aku memikirkan papa. Orang yang selalu mengajarkan aku dan mama untuk shalat tepat waktu. Bahkan ia tak segan-segan mencubit pipiku kalau aku melanggar perintahnya. Dan kini aku tak lagi menjalankan aturannya. Tuhan.. Apa yang akan ia lakukan jika tau anaknya tak seperti dulu?
Diriku lemah, tak ada tenaga yang tersisa. Namun aku masih sempat memikirkan seorang mama dalam benakku. Dia sangat berharap agar kelak aku menjadi seorang dokter sepertinya. Tapi bagaimana kalau dia tau aku sekarang seorang pecandu narkoba? Dan mengorbankan waktu belajarku untuk bermain-main dengan benda haram itu? Kata kata macam apa yang akan keluar dari mulutnya jika ia tau aku seperti ini? Papa.. Mamah.. maafkan anakmu! Oh tuhan.. Aku menyesal! Sangat menyesal!

Mataku mulai berkunang. Darah merah yang sangat segar dari pergelanganku terus mengalir dengan deras. Kali ini aku ingin mengirim permohonan kecil kepada tuhan sebelum mulutku benar-benar terkunci, sebelum nafasku tak lagi teratur. untuk mengatakan permohonan ini. ku lepaskan permohonan kecil yang sangat menyesakkan itu.

“Tuhan Aku menyesal, bolehkah aku dilahirkan kembali?”

Sejak detik itu, aku tidak tahu harus bagaimana karna tak ada yang memperdulikan ku. Sejak saat itu aku tahu bagaimana rasanya mengalami kegagalan. Sejak saat itu aku tahu yang namanya kecewa. Aku mengingat kembali saat mama mengatakan aku nanti harus menjadi Dokter. Aku gagal dalam segala hal. Detik itu yang ada di hatiku hanya iri dan dengki. Entahlah di mana akal sehatku. Tuhan tolong aku! Pah, mah, aku butuh kalian untuk menemani hari hariku ini, aku tak bisa hidup tanpa kalian. Aku hanya sendiri disini. Aku rindu padamu..

Sumber :