Jumat, 03 Januari 2014

Tulisan 2



Dan Narkoba Merengutnya ..

Adalah Albin, siswa jenius yang tidak ada bandingannya di sekolah. Berkali-kali ia mengharumkan nama sekolah hingga ke tingkat internasional. Kami semua bangga dengannya. Anaknya pun luar biasa. Di usianya yang masih semuda itu, ia mampu membuktikan kebanggaan orangtuanya. Anaknya cerdas, suka menolong, ramah dan pandai sekali bergaul. Tak heran, semua merasa memilikinya. Bahkan aku sendiri pun merasakan kekaguman.

Begitu besarnya kepercayaan kami padanya. Tak pernah terbersit dalam hati kami muusibah ini akan melanda. Tak terbersit dalam hati kami, siswa setangguh dialah yang menjadi keganasan narkoba.
TAK SEPERTI BIASANYA, Albin tampak gelisah. Keringat dingin membasahi tubuhnya. Aku menanyainya. Ia hanya mengatakan karena ingin ke kamar mandi. Aku tersenyum bangga. Dasar anak pandai. Sudah gelisah ke kamar mandi pun masih ditahan karena ingin tetap belajar. Aku menyuruhnya ke toilet. 

Ia segera bergegas ke toilet. Aku memberi tugas anak-anak. Aku juga member kesempatan pada siswa yang akan ke toilet. Ada beberapa siswa yang ternyata ingin ke tempat yang sama. Beberapa menit kemudian, anak-anak mulai kembali. Namun, Albin belum juga kembali. Aku tunggu sampai beberapa lama. Ternyata ia pun kembali. Dan kini, ia tampak segar bugar dengan mata yang bersinar-sinar. Aku melanjutkan pelajaranku.

Belakangan terungkap juga hal yang sama dialami oleh guru yang lain. Tak semuanya tak pernah menyangka kegelisahan itu akibat dari sakaw. Saat ia ketagihan obat terlarang itu.

Kini Albin lebih banyak menyendiri. Kami pun tidak memahami hal itu.  Kami mengira ini salah satu sifat anak jenius yang memiliki pemikiran lebih dari teman-temannya. Sebab, tentu saja dia kesepian karena di tempat aku mengajar merupakan sekolah terbaik di kotaku. Dan Albin lebih jenius daripada mereka semua. Aku mengharapkan dia mendapat pengajaran yang lebih tinggi lagi. Sebab, sangat disayangkan jika bakatnya terpendam begitu saja karena ia hidup mendahului jamannya.

Kami tak menyangka sama sekali bahwa salah satu itu sikap dari pecandu narkoba. Ia akan tiba-tiba menyendiri dan menarik diri dari pergaulan. Sama sekali tak terbersit dalam angan-angan kami. Bahkan saat penerimaan rapor, ia tetap menunjukkan yang terbaik. Orang tuanya pun tak pernah alpa mengucapkan terima kasihnya kepada kami para guru dan semua warga sekolah yang mendukung putra tunggalnya itu sehingga menjadi yang terbaik.

Mengenai sikapnya yang tiba-tiba pendiam, orang tuanya pun sempat mengungkapkan padaku. Menurut mereka, Albin sering sekali mengurung diri di kamar selama berjam-jam. Bahkan sering juga telat makan.

Kadang Albin tampak gelisah. Keringatnya bercucuran. Ia menelepon seseorang. Setelah orang itu datang danmereka berkomunikasi entah apa, anaknya menjadi tenang bahkan sangat bersemangat. Mereka menganggap hal itu aneh sekali. Aku berusaha bijaksana dan menerangkan bahwa Albin adalah anak yang memiliki kecerdasan istimewa. Mungkin saja ia merasa dalam batas tertentu sudah tidak ada lagi yang mampu mengimbangi kecerdasannya. Sehingga ia memilih untuk menyendiri. Bahkan, pada orang tuanya aku menyarankan agar putranya itu diberi ruang untuk mengekspresikan diri, orang tuanya mengangguk tanda mengerti.

Hari berganti dan waktu pun berlalu. Anak itu tampak semakin layu. Badannya kini semakin kurus. Matanya tampak cekung. Mukanya juga pucat. Aku terkaget-kaget atas kenyataan yang tidak pernah terduga sebelumnya. Sedemikian tersiksanyakah ia karena tak ada anak yang menandingi kecerdasannya ? Aku berinisiatif untuk memanggil orang tuanya.  

Kami pun bertemu. Tak ada perasaan curiga sediktpun. Sebab, Albin selalu menyaakan dia baik-baik saja. Bahkan memang ia tak pernah mengeluh. Menurut orang tuanya, badan Albin kurus karena ia masih masa pertumbuhan. Dan ayahnya dulu juga kurus seperti Albin sekarang ini.  Aku  berusaha memahami hal ini. Dalam pertemuan itu, aku menyatakan bahwa diriku sangat bangga atas perhatian orang tua Albin. Betapa anak itu sangat beruntung memliki orang tua seperti mereka berdua. Orang tuanya juga menyatakan bahwa Albin sangat beruntung memiliki guru seperti aku.

Beberapa bulan setelah itu, aku mendapat kenyataan yang sangat mengejutkan diriku. Nilai Albin mendadak drop. Seperti tak ada lagi bekas-bekas kejeniusan di otaknya. Aku menyadari hal ini ketika Pak Mora mengatakan hal yang sama. Aku mengira semua ini karena kebetulan saja. Namun, beberapa guru juga mengadukan hal yang sama. Sampai pada saat ulangan pelajaranku, apa yang ereka katakan terbukti sudah,  Albin mendapatkan nilai terendah di kelas.

Aku seperti limbung. Aku tak tahu harus berkata apa. Yang aku lakukan adalah melayangkan surat kepada kedua orang tuanya utnuk memecahkan masalah ini. Bagiku ini merupak sesuatu yang sangat serius. Aku tak ingin hal yang lebih buruk menimpa murid kesayanga sekolah ini. Namun, tak seperti biasanya, suratku tak mendapat tanggapan sama sekali. Naluriku mengatakan ada suatu hal yang tidak beres terjadi. 

Oleh karena itu, aku berinisiatif untuk menelepon rumahnya. Yang pertama kali diterima oleh pembantunya. Ia mengatakan bahwa orang tua Albin sedang ke luar kota. Minggu depannya aku menghubunginya lagi. Yang menerimanya adalah ibunya. Aku menyatakan bahwa telah beberapa kali mengirim surat namun tak pernah ada respons. Apalagi hari ini Albin tak masuk sekolah. Ibunya terkejut dan berjanji akan menemui aku segera.

Keesokan harinya, ibunya menemuiku. Kami bercerita panjang lebar tentang Albin. Yang membuat aku terkejut adalah pernyataan ibunya, bahwa ALbin sekarang telah berubah. Ia selalu meminta uang jajan lebih. Bahkan beberapa barang elektronik dan perhiasan ibunya raib entah kemana. Menurut Bi Yem, pembantunya, barang-barang itu dijual Albin. Aku menangis sedih. Sebenarnya ada apa dengan Albin.
Aku mendapat ide untuk menghubingi teank. Dia seorang psikolog. Aku berbicara panjang lebar tentang apa yang menimpa siswaku ini. Jawabannya membuat aku seperti tersambar petir. “Kemungkinan Albin telah terkena narkoba”. Tanganku gemetar hingga telepon terjatuh dar genggamanku. Aku sering sekali mendengar nama itu. Aku tahu kalau barang haram itu berbahaya. Aku tahu itu merusak masa depan dan segala-galanya. Namun, aku tak pernah tahu wujud dan tanda penggunanya. Aku shock luar biasa. Ibunya juga mengalami hal yang sama denganku.

Saat itu juga, kami mendengar kabar yang seakan mebuat dunia runtuh. Albin telah meninggal akibat overdosis. Ia meninggal dalam perjalanan ke rumah sakit setelah ditemukan oleh Bi Yem. Ini merupakan luka sejarah dalam hidupku.

sumber :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar