Dan Narkoba
Merengutnya ..
Adalah Albin, siswa jenius yang tidak ada bandingannya di sekolah.
Berkali-kali ia mengharumkan nama sekolah hingga ke tingkat internasional.
Kami semua bangga dengannya. Anaknya pun luar biasa. Di usianya yang masih
semuda itu, ia mampu membuktikan kebanggaan orangtuanya. Anaknya cerdas, suka
menolong, ramah dan pandai sekali bergaul. Tak heran, semua merasa memilikinya.
Bahkan aku sendiri pun merasakan kekaguman.
Begitu besarnya
kepercayaan kami padanya. Tak pernah terbersit dalam hati kami muusibah ini
akan melanda. Tak terbersit dalam hati kami, siswa setangguh dialah yang
menjadi keganasan narkoba.
TAK SEPERTI BIASANYA,
Albin tampak gelisah. Keringat dingin membasahi tubuhnya. Aku menanyainya. Ia
hanya mengatakan karena ingin ke kamar mandi. Aku tersenyum bangga. Dasar anak
pandai. Sudah gelisah ke kamar mandi pun masih ditahan karena ingin tetap
belajar. Aku menyuruhnya ke toilet.
Ia segera bergegas ke
toilet. Aku memberi tugas anak-anak. Aku juga member kesempatan pada siswa yang
akan ke toilet. Ada beberapa siswa yang ternyata ingin ke tempat yang sama.
Beberapa menit kemudian, anak-anak mulai kembali. Namun, Albin belum juga
kembali. Aku tunggu sampai beberapa lama. Ternyata ia pun kembali. Dan kini, ia
tampak segar bugar dengan mata yang bersinar-sinar. Aku melanjutkan
pelajaranku.
Belakangan terungkap
juga hal yang sama dialami oleh guru yang lain. Tak semuanya tak pernah
menyangka kegelisahan itu akibat dari sakaw. Saat ia ketagihan obat terlarang
itu.
Kini Albin lebih
banyak menyendiri. Kami pun tidak memahami hal itu. Kami mengira ini
salah satu sifat anak jenius yang memiliki pemikiran lebih dari teman-temannya.
Sebab, tentu saja dia kesepian karena di tempat aku mengajar merupakan sekolah
terbaik di kotaku. Dan Albin lebih jenius daripada mereka semua. Aku
mengharapkan dia mendapat pengajaran yang lebih tinggi lagi. Sebab, sangat
disayangkan jika bakatnya terpendam begitu saja karena ia hidup mendahului
jamannya.
Kami tak menyangka
sama sekali bahwa salah satu itu sikap dari pecandu narkoba. Ia akan tiba-tiba
menyendiri dan menarik diri dari pergaulan. Sama sekali tak terbersit dalam
angan-angan kami. Bahkan saat penerimaan rapor, ia tetap menunjukkan yang
terbaik. Orang tuanya pun tak pernah alpa mengucapkan terima kasihnya kepada
kami para guru dan semua warga sekolah yang mendukung putra tunggalnya itu
sehingga menjadi yang terbaik.
Mengenai sikapnya
yang tiba-tiba pendiam, orang tuanya pun sempat mengungkapkan padaku. Menurut
mereka, Albin sering sekali mengurung diri di kamar selama berjam-jam. Bahkan
sering juga telat makan.
Kadang Albin tampak
gelisah. Keringatnya bercucuran. Ia menelepon seseorang. Setelah orang itu
datang danmereka berkomunikasi entah apa, anaknya menjadi tenang bahkan sangat
bersemangat. Mereka menganggap hal itu aneh sekali. Aku berusaha bijaksana dan
menerangkan bahwa Albin adalah anak yang memiliki kecerdasan istimewa. Mungkin
saja ia merasa dalam batas tertentu sudah tidak ada lagi yang mampu mengimbangi
kecerdasannya. Sehingga ia memilih untuk menyendiri. Bahkan, pada orang tuanya
aku menyarankan agar putranya itu diberi ruang untuk mengekspresikan diri, orang
tuanya mengangguk tanda mengerti.
Hari berganti dan
waktu pun berlalu. Anak itu tampak semakin layu. Badannya kini semakin kurus.
Matanya tampak cekung. Mukanya juga pucat. Aku terkaget-kaget atas kenyataan
yang tidak pernah terduga sebelumnya. Sedemikian tersiksanyakah ia karena tak
ada anak yang menandingi kecerdasannya ? Aku berinisiatif untuk memanggil orang
tuanya.
Kami pun bertemu. Tak
ada perasaan curiga sediktpun. Sebab, Albin selalu menyaakan dia baik-baik
saja. Bahkan memang ia tak pernah mengeluh. Menurut orang tuanya, badan Albin
kurus karena ia masih masa pertumbuhan. Dan ayahnya dulu juga kurus seperti Albin
sekarang ini. Aku berusaha memahami hal ini. Dalam
pertemuan itu, aku menyatakan bahwa diriku sangat bangga atas perhatian orang
tua Albin. Betapa anak itu sangat beruntung memliki orang tua seperti mereka
berdua. Orang tuanya juga menyatakan bahwa Albin sangat beruntung memiliki guru
seperti aku.
Beberapa bulan
setelah itu, aku mendapat kenyataan yang sangat mengejutkan diriku. Nilai Albin
mendadak drop. Seperti tak ada lagi bekas-bekas kejeniusan di otaknya. Aku
menyadari hal ini ketika Pak Mora mengatakan hal yang sama. Aku mengira semua
ini karena kebetulan saja. Namun, beberapa guru juga mengadukan hal yang sama.
Sampai pada saat ulangan pelajaranku, apa yang ereka katakan terbukti
sudah, Albin mendapatkan nilai terendah di kelas.
Aku seperti limbung.
Aku tak tahu harus berkata apa. Yang aku lakukan adalah melayangkan surat
kepada kedua orang tuanya utnuk memecahkan masalah ini. Bagiku ini merupak
sesuatu yang sangat serius. Aku tak ingin hal yang lebih buruk menimpa murid
kesayanga sekolah ini. Namun, tak seperti biasanya, suratku tak mendapat
tanggapan sama sekali. Naluriku mengatakan ada suatu hal yang tidak beres
terjadi.
Oleh karena itu, aku
berinisiatif untuk menelepon rumahnya. Yang pertama kali diterima oleh
pembantunya. Ia mengatakan bahwa orang tua Albin sedang ke luar kota. Minggu
depannya aku menghubunginya lagi. Yang menerimanya adalah ibunya. Aku
menyatakan bahwa telah beberapa kali mengirim surat namun tak pernah ada
respons. Apalagi hari ini Albin tak masuk sekolah. Ibunya terkejut dan berjanji
akan menemui aku segera.
Keesokan harinya,
ibunya menemuiku. Kami bercerita panjang lebar tentang Albin. Yang membuat aku
terkejut adalah pernyataan ibunya, bahwa ALbin sekarang telah berubah. Ia
selalu meminta uang jajan lebih. Bahkan beberapa barang elektronik dan
perhiasan ibunya raib entah kemana. Menurut Bi Yem, pembantunya, barang-barang
itu dijual Albin. Aku menangis sedih. Sebenarnya ada apa dengan Albin.
Aku mendapat ide
untuk menghubingi teank. Dia seorang psikolog. Aku berbicara panjang lebar
tentang apa yang menimpa siswaku ini. Jawabannya membuat aku seperti tersambar
petir. “Kemungkinan Albin telah terkena narkoba”. Tanganku gemetar hingga
telepon terjatuh dar genggamanku. Aku sering sekali mendengar nama itu. Aku
tahu kalau barang haram itu berbahaya. Aku tahu itu merusak masa depan dan
segala-galanya. Namun, aku tak pernah tahu wujud dan tanda penggunanya. Aku
shock luar biasa. Ibunya juga mengalami hal yang sama denganku.
Saat itu juga, kami
mendengar kabar yang seakan mebuat dunia runtuh. Albin telah meninggal akibat
overdosis. Ia meninggal dalam perjalanan ke rumah sakit setelah ditemukan oleh
Bi Yem. Ini merupakan luka sejarah dalam hidupku.
sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar